Kamis, 30 April 2020

Universitas Islam Malang; Membumikan Kesalehan Kerja | TIMES Indonesia

Universitas Islam Malang; Membumikan Kesalehan Kerja | TIMES Indonesia: “Perjuanganku lebih mudah, karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit, karena melawan bangsamu sendiri”

Kepala Sekolah yang Efektif | TIMES Indonesia

Kepala Sekolah yang Efektif | TIMES Indonesia: Kepala Sekolah adalah seseorang yang mendapat amanat besar untuk mengelola penyelenggaraan layanan pendidikan dan bertanggung jawab dalam menjamin pelaksanaan proses pendidikan yang bermutu.

Dua Kepala Sekolah di Bondowoso Korupsi Pelaksanaan Block Grant | TIMES Indonesia

Dua Kepala Sekolah di Bondowoso Korupsi Pelaksanaan Block Grant | TIMES Indonesia: Kejaksaan Negeri (Kejari) Bondowoso, Jawa Timur mengamankan dua kepala sekolah. Keduanya korupsi dana hibah pembangunan fisik gedung sekolah (Block Grant).

PPDB On-line, Why not?


Bagaimanakah PPDB di lingkup SMP Negeri Pace?

Sportifitas, obyektivitas, dan transparansi tampaknya perlu diperhatikan di segala lini kehidupan.

Saya berharap adanya:

rapor.ppdb.pacitan.net
Sebuah Web (bank Data)

Sebagai basis PPDB On-line di lingkup  SMP Negeri Pace.
Why not?

Ya, pihak  SD atau MI meng-entry data nilai ke situs Web itu sehingga transparansi dan obyektivitas PPDB di lingkup SMP negeri kita kian terjaga dengan mekanisme regulasi yang ada.

Setidak-tidaknya, pola ini meminimalisir "money politics" atau penggiringan massa (social pressure) yang mungkin muncul di permukaan.

Tentunya, sudah waktunya PPDB di lingkup Seluruh SMP Negeri melalui online dengan tetap mengacu regulasi yang ada.

الله اعلم


Rabu, 29 April 2020

Tidurku

وجعلن نومكم سباتا

Tuhan...
Semoga tidurku
Adalah istirahat ku
Atas liar nya mata...
Tangan...
Dan kaki...

Tuhan...
Semoga tidurku
Adalah belenggu
Atas angkuhnya
lisan...
libido ....
Dan, hawa diri....

Tuhan.....
Semoga tidurku
Adalah celupan air wudlu-Mu...
Untuk menidurkan akal busuk...
Nurani yang kumuh...
Pena yang dungu...
Dan puisi yang basi

Tuhan...
Semoga tidurku
Adalah ritme cinta ku
Untuk memilih diksi
Juga, kata hati :

"Telah Engkau hamparkan bumi-Mu
Sebelum Adam dan Hawa turun ke bumi
Telah berapa lama aku mengabdi?

Atau, menjadi pecundang
Atas angan yang memanjang
Dan, tak berujung?

***
Pacitan, April 2020


Selasa, 28 April 2020

Bukan Ingin-Mu

Inginku...

Kusebut nama-Mu
karena inginku semata
yang teramat transaksional

Mendikte diri-Mu
Menyiapkan syurga
Untuk penuhi hawaku

Kupanggil nama-Mu
karena nafsuku semata
Berlindung di benteng-Mu
Untuk keselamatan egoku

Berburu bidadari dunia
Beserta permata
Untuk menguatkan asa
Tanpa batas usia

Kucari nama-Mu
Untuk hafalan belaka
Menjadi rumus primbon
Dan mantra

Penuhi ambisi
Yang tak berujung
Perjalanan mimpi
Yang tak pernah usai

***
Pacitan, April 2020

Reward, what for?

Berikan lah, jempolmu, Guz....
(Teruntuk Mbakyu...)

Ya, di pinggiran telaga Sarangan
Khyai Edyan mengingat kan:

"Ringankan tanganmu
Untuk mengangkat topi
Atas keberhasilan orang lain
(Sekecil apapun)

Atau, berikan lah jempolmu
Atas kesuksesan orang lain"

Ya, pentingnya "rewards" atas prestasi orang lain karena rewards akan menstimulasi orang itu untuk berkreasi lebih giat lagi.

Bagaimana pun, hasil akhirnya berada di tangan-Nya.

Bukan, tergantung tangan atau kreasi (amal dan perbuatan) manusia belaka.

Karena, proses kreasi itupun tak lepas dari lancarnya arus oksigin yang dialirkan oleh-Nya dalam tubuh kita.

Jadi,
Jempol yang kita berikan untuk sahabat kita
Sesungguhnya jempol untuk-Nya

  الله اعلم

Senin, 20 April 2020

Big day, kapan?

كلا سيعلمون
تم كلا سيعلمون

Big day, bagi praktisi di dunia pendidikan, yaitu adanya kebangkitan (revolusi pemikiran), yaitu jatuh pada tanggal 2 Mei.

ditandai lahirnya tokoh nasional, Soewardi" atau "KHD"),  tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda.

 Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.



kolom KHD yang paling terkenal adalah "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli: "Als ik een Nederlander was"), dimuat dalam surat kabar De Expres pimpinan DD, 13 Juli 1913. Isi artikel ini terasa pedas sekali di kalangan pejabat Hindia Belanda. Kutipan tulisan tersebut antara lain sebagai berikut.

Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya".

Beberapa pejabat Belanda menyangsikan tulisan ini asli dibuat oleh Soewardi sendiri karena gaya bahasanya yang berbeda dari tulisan-tulisannya sebelum ini. Kalaupun benar ia yang menulis, mereka menganggap DD berperan dalam memanas-manasi Soewardi untuk menulis dengan gaya demikian.
Akibat tulisan ini ia ditangkap atas persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg dan akan diasingkan ke Pulau Bangka (atas permintaan sendiri). Namun demikian kedua rekannya, DD dan Tjipto Mangoenkoesoemo, memprotes dan akhirnya mereka bertiga diasingkan ke Belanda (1913). Ketiga tokoh ini dikenal sebagai "Tiga Serangkai". Soewardi kala itu baru berusia 24 tahun.




Sunting




Patung Ki Hajar Dewantara
Dalam kabinet pertama Republik Indonesia, KHD diangkat menjadi Menteri Pengajaran Indonesia (posnya disebut sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan) yang pertama. Pada tahun 1957 ia mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari universitas tertua Indonesia, Universitas Gadjah Mada. Atas jasa-jasanya dalam merintis pendidikan umum, ia dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan hari kelahirannya dijadikan Hari Pendidikan Nasional (Surat Keputusan Presiden RI no. 305 tahun 1959, tanggal 28 November 1959).
Ia meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 26 April 1959 dan dimakamkan di Taman Wijaya Brata.

Khi Hadjar Dewantara mengusung filosofi :
Ing ngarso sung tulodho
Ing madya mangun karsa
Tut wuri handayani

Kebenaran filosofi ini diterima semua kalangan. Namun, di tahapan implementasinya, filosofi ini menjadi perdebatan karena terjadinya ambiguitas dan bias (deviasi dan degradasi) hari ini.

Ya, revolusi mental yang sesungguhnya adalah kesiapan semua pihak untuk berpikir cerdas, bekerja keras, dan niat yang ikhlas.

Di tataran berpikir cerdas inilah, dalam sejarah Islam, kehadiran Nabi Muhammad SAW  pun yang memberitakan hari kebangkitan (big day) tak bisa diterima oleh Kafir Quraisy yang ingkar terhadapnya.

Dan,  Allah SWT pun mem-warning :
"Kelak mereka akan mengetahui"

Ya, kerapkali kita lebih sibuk berdebat kusir...
Berwacana...
Berkomentar ria...
Dalam koridor kedunguan kita
Karena matinya akal sehat kita.

Puasa Ramadhan tahun ini
Tentunya, mencerahkan akal sehat kita sebagai jalan terbaik menuju pembersihan nurani :

Sebuah --the big war--
Perlawanan (rem) atas liarnya ambisi...,libido....,dan hawa diri.

Maka, parameter puasa di ranah pendidikan adalah seberapa "powerfull" kita mampu memberikan keteladanan, menjadi motor penggerak, dan menjadi turbin reformasi dan revitalisasi nilai-nilai filosofis yang diwariskan KHD untuk terus-menerus : mendidik, mengajar, dan melatih anak-anak bangsa.


  الله اعلم

Minggu, 19 April 2020

Webinar 2020

Selamat, Mbakyu Nur....
(Juga, Guz Nur....)
###

Penanganan Covid-19 tampak kian semarak. Sosialisasi tentang hal itu menjadi agenda Lp2ks via Daring dengan aplikasi Zoom (yang belakangan diisukan data pribadi pengguna bisa tercuri?).

Mbakyu Nur terpilih mewakili Pace. Menyingkirkan Delon, Dkk.
Dahsyat...!

Padahal, Delon terlanjur Ge-Er. Terdaftar dengan nomor urut pertama. Dan, yang pertama kali diterima sebagai peserta Diklat On-line 2020. Lalu, Delon menggenggam sertifikat itu. Untuk melengkapi angka kredit pengembangan diri. Hingga tembus LPMP tahun ini. Dari kursi Four-C menuju sofa Four D.
Lalu, Delon tinggallah leha-leha. Datang. Duduk. Diam. Duit! Atau, rileksasi. Menulis buku! Buku apa saja. Untuk target pasar yang beragam. Umum. Siswa. Guru. Kepala sekolah. Atau, pemangku kebijakan pendidikan.

O, ini proyek besar. Tentu, Delon perlu berpikir besar. Aksi besar. Hingga, hasilnya besar. Untuk dirinya. Atau, juga untuk orang lain.

Guz Three, sahabat Delon,  yang kritis itu, tampak  mengingatkan Delon :

"Menulislah...
Walaupun hanya satu atau dua kata.
Lalu, cetaklah menjadi buku. Untuk merangsang teman lain. Dari budaya lisan. Ngobrol melulu. Menuju budaya tulis!"

"Ach, waktu itu Delon merasa Guz Three menghinanya. Bagaimana pun, tak ada satupun kata yang bermakna dari mulut Delon. Atau, kata yang mengalir dari pena Delon. Bagaimana mungkin diterbitkan menjadi buku?", Pikir Delon. "Ini penghinaan...! Saya akan buktikan, pena saya akan melahirkan buku...!". Oh, pikiran Delon kian melambung.

Awal tahun ini, menjadi tahun bersejarah bagi Delon. Buku Delon yang pertama terbit. "EXPERIENCING ENGLISH" ---English for Yunior High school grade IX--. Penerbit Masmedia Sidoarjo itu yang memproduksinya.

Semoga, Guz Three berkenan memesan buku itu. Untuk murid-muridnya. Hingga, membaca menjadi kegemaran. Di tengah merebaknya virus Mbakyu Covid sekalipun.

***

Makan apa?

Makan apa? Untuk menjawabnya, Hendra beserta orangtuanya pindah rumah. Banting setir ke pulau seberang. Dari Jawa merantau menuju Sumatera. Begitulah Hendra beserta orangtuanya. Hingga, Hendra pun kehilangan bahasa Jawanya. Saking teramat lamanya tinggal di Sumatera. Ya, Hendra pun akhirnya teramat kerasan di sana.

Namun, sejak kelas 1 SMP, sesungguhnya orang tua Hendra ingin memutuskan pindah domisili. Dari Pulau Sumatera. Tepatnya, Palembang. Menuju Pulau Jawa, Pacitan. Namun, lagi-lagi orangtuanya takhluk atas alasan Hendra :
"Aku sudah menyatu dengan alam Sumatera. Juga, teman-teman di sini, Ayah...!", pinta Hendra. Ooo, orangtuanya pun mengalah. Hendra pun memang mampu membuktikan prestasinya.  Sejak SD, ia menjadi duta sekolahnya. Ia aktif untuk ikut lomba antar siswa di kotanya, Palembang. Jabatan menjadi Ketua Kelas pun tak lepas dari tangannya.

Hendra memang anak cerdas dan pemberani. Saat masuk SMP "Suka Maju", kecerdasan dan keberaniannya kian terasah. Ia memenangi suara terbanyak saat bertarung dalam pemilihan Ketua OSIS. Saat itu, ia sudah di kelas 2. Walaupun, ia bukan putra daerah! Juga, pemilihan itu dilakukannya tanpa penggiringan masa. Tanpa permainan uang. Tanpa koneksi. Tanpa gesek kanan. Tanpa gosok kiri. Tanpa jilat atas. Tanpa injak bawah.  Itu benar-benar pilihan banyak hati teman-temannya, siswa-siswi SMP "Suka Maju".

Prestasi Hendra kian menuju bintang. Di bangku kelas 2 itu, Hendra mengulang-ulang sejarah emas. Menorehkan prestasi untuk sekolah kesayangannya. Juara pertama lomba siswa berprestasi di kotanya itu. Juga, di even lomba siswa lainnya.

Saat detik-detik kenaikan kelas, Hendra terperanjat. Bukan masalah buku rapornya.
Namun, orangtunya memaksanya pulang kampung halaman. Untuk selamanya!

Hendra sulit mengerti atas rencana orangtuanya. Kembali ke kampung halaman. Ya, ia memang belum sepenuhnya mengerti. Bagaimana jawaban yang bijak atas pertanyaan makan apa? Caranya, bagaimana? Untuk apa saja?

Jika, urusan berdebat, Hendra memang jago. Maklum saja. Ia kutu buku. Banyak buku yang dilahapnya. Namun, ia juga bergaul dengan banyak teman. Dan, ia kerapkali berdiskusi dengan siapapun.

"Usaha Ayah kian ambruk. Jadi, kita balik kampung, ya Nak?", pinta Pak Pangat, ayah Hendra,  berulangkali. Kali ini, Hendra mengalah.

Ya, mereka bersepakat  balik kampung? Di tengah kejayaan Hendra menggenggam segudang prestasi? O...., seluruh guru SMP "Suka Maju" pun menghalanginya. Juga, Kepala Sekolah itupun mempersulit rencana pindah sekolah Hendra itu. Alasannya, karena, Hendra menjadi model siswa berprestasi.

"Saya makan apa,  Pak, di sini?", tanya  Pak Pangat penuh harap atas kelengkapan berkas pindah sekolah bagi Hendra. Ya, luluh juga akhirnya. Kepala sekolah SMP "Suka Maju" itu. Melepaskan Hendra menuju Jawa.

Oh, berat sesungguhnya bagi Hendra untuk pulang kampung. Namun, pilihan mudik ini harus diterima. Mengikuti kehendak orang tua nya. Barangkali tak sulit untuk mencari jawaban "makan apa" di kampung sendiri. Begitulah, pikir orang tua Hendra.

"Ini Hendra, Pak. Anak saya. Ingin pindah sekolah ke sini. Tolong, diterima, ya Pak", pinta Pak Pangat. Pak Delon, kepala sekolah SMP "Wono Asri" itu mengangguk kegirangan.

"Alhamdulillah. Selamat datang di sekolah kami. Semoga kian akrab dengan anak-anak di sini. Dan, betah di sekolah ini hingga lulus," kata Pak Delon.

Lebih satu tahun di sekolah yang baru itu, Hendra tak tampak menonjol prestasinya. Biasa saja. Hingga hari kelulusan akan tiba.

Pak Delon tersentak pagi itu. Membaca pesan via WA dari Hendra :

"Selamat pagi, Bapak. Jika, masa lockdown masih lama, saya ingin kembali ke Palembang. Warung masakan Padang, milik ayah saya gulung tikar. Di sini kian sepi pelanggan. Jika, lama-lama di  sini, saya harus makan apa?"

"Oh, Hendra. Ini pilihan yang sulit. Ijazah belum kamu terima. Buku rapor pun masih kosong. Tak berujung selesainya. Dikirim tugas siswa via dunia Maya, namun sulit sinyalnya. Juga, banyak siswa yang  tak memadai akses internetnya. Jika, guru harus bertatap muka dengan siswa, resiko tertular virus Corona. Yang kian menggurita saja. Namun, bukankah Hendra telah menemukan jawaban "harus makan apa?". Inilah prestasi emas Hendra. Ini pula yang melegakan saya. Lebih dari angka-angka. Karena, angka memang tak pernah mengenyangkan perut Hendra", pikir Pak Delon kian kacau.

Pak Delon mengiyakan rencana Hendra. Balik ke Palembang.

"Iya, Hendra. Saya ijinkan. Maafkan, Saya, ya. Gagal melayani kamu di sini. Yang seharusnya, life skill, juga kecerdasanmu kian melambung di sekolah ini. Satu hal Yang menyenangkan Saya, kamu telah mengerti. Hidup haruslah bekerja keras. Untuk menjawab pertanyaanmu, makan apa?"

Di tengah darurat Corona, Hendra beserta orangtuanya kembali ke Sumatera. Untuk berburu jawaban "makan apa".

****Pacitan, April 2020***

Itukah Nur-Mu?

Di tengah gelapnya malam
Ingin kucari matahari-Mu ...
Di tengah terik mentari
Ingin kukejar bulan-Mu...

Ach......!
Di persimpangan jalan ini
Begitu dungunya aku
Memilih garis marka yang lurus
ataukah yang terputus-putus itu?

Tuhan......
Sudah bermil-mil jauhnya perjalanan ini
Mataku pun kian rabun
Berselimut debu nan tebal

Dimanakah sinar lampu rambu-rambu-Mu itu...
Cahaya obor-Mu itu...
Lorong menuju bilik-Mu itu...
di sepanjang jalan ini?

Tuhan....

Oh......!

Purnama-Mu menghentikan langkahku
Itukah nur-Mu...?

Jalan lengang tanpa lampu asesoris pertokoan...
Juga, raung motor dan gema mobil mewah

Ingin aku melintasinya
Di tengah malam ini juga

Sendiri...!

Bersama kedunguan
yang berhari-hari menjerat jiwa

Semoga kutemui Engkau di sana

******
Pacitan, 17 April 2020 (23.30 WIB)

Jumat, 17 April 2020

WFH, lesson plan Sang guru, bagaimana?

Di masa lock down, bagaimanakah work from home (WFH)Sang Guru ? Tentunya, interaksi guru dan siswa haruslah tetap terjaga. Via media sosial, atau via kurir untuk keperluan tertentu.

Disinilah perlunya " lesson plan" yang bernuansa " a long distance learning."
Via Hp Android, guru bisa berbagi dengan siswa atas konten "lesson plan". Selebihnya, guru merancang "google classroom", kelas Maya,  hingga penugasan dan tes online terjadi.

Jika, media dan fasilitas internet tidak tersedia, maka guru bisa memaksimalkan kurir atau OJOL untuk keperluan pembelajaran jarak jauh.

Sang Guru adalah dalang pembelajaran. Dan, ia tak akan kehabisan cerita. Jika, ia kehabisan cerita, maka lakon pembelajaran akan "game over" atau gulung tikar.

The Story of Nurul Huda Mosque

 Nurul Huda Mosque


Image result for masjid tiban tanjung puro
 (https://m.tempo.co/amp/277435/keramatnya-masjid-tiban-nurul-huda-pacitan)

Nurul Huda Mosque is one of many historical heritage buildings spreading Islam in this country.  It is located at Tanjupuro Village, Ngadirojo District, Pacitan Regency, East Java.

This mosque is believed to be a "Tibetan" mosque. "Tiban" means to fall or exist suddenly. It  is believed to be sacred. The origin of the mosque is quite mysterious.
Ki Ageng Bandung, a trusted person of the Duke of Ponorogo, who first discovered the building of the forerunner of the mosque. Ki Ageng Bandung was one of the royal confidants who cut down the local area which at that time was still a forest in the 1700s to 1800s.

One day Ki Ageng Bandung explored the forest near Bandung Hamlet. Only about three steps walking, he heard the sound of a bird. Out of curiosity, he followed the origin of the sound of the bird by using gethek or a tool to cross made of bamboo through a forest swamp.

Finally the bird was seen perched on a branch of a twin promontory tree. Right next to the twin cape trees there are two buildings. One building in the form of a joglo house and another building is a small mosque made of thatch-roofed bricks.

After entering the mosque building which had not been maintained for a long time, he found an ancient Javanese letter. After reading, the letter was written by someone who calls himself Sunan Geseng.

The contents of the letter read "Manawa alas iki wis babad sarta wis dadi village reja, pandhapa iki cadangkake not greet kang dadi lurah. Lan mosque ing sakidul kulone iki dienggo panggonan mulang santri. Dene kang agawe pandhapa lan mosque iki me, Sunan Geseng ".

If interpreted, the letter explains that "If this forest has been cleared and has become a prosperous village, this pendapa is aimed at who will become the village head. The mosque in the southeast will later be used as a place to study students. Who built my pendapa and mosque, Sunan Geseng ".

In the building also found a flap or a kind of small bag of cloth hanging. Once opened inside it was found a poleng striped robe along with a turban and long-sleeved clothes such as koko clothes for white prayer made from Javanese woven cloth.

Until now the flattery and other equipment are still stored in wooden boxes wrapped in white cloth. Periodically, the wrapping cloth is replaced. "I don't know what's in the box. I don't dare to open it, "said the man who is familiarly called Gus Nur.

Ki Ageng Bandung itself is actually a nobleman from Padjajaran, West Java. It is said that,
his departure from the land of Priangan after losing the race for power became the Duke of his younger brother. After losing the civil war, he moved to the Kingdom of Pajang, Central Java and arrived at the Ngadirojo area, Pacitan with one of his students, Panji Sanjayarangin. Previously, he served in Duke Ponorogo.

The location of the tiban mosque is in the Lorok forest which is now the Ngadirojo District. In this forest, there are many springs that have been used to irrigate rice fields and settlements. "Before arriving in Lorok, Ki Ageng Bandung had opened settlements in Sangrahan Village, Kebonagung District and Nglaran Village, Tulakan District," Nur explained.

At first glance nothing stands out from the mosque building that is close to the border districts of Pacitan and Trenggalek. Even so when entering the courtyard of the mosque. There is no sign when the mosque was built. It is estimated that the mosque was built hundreds of years ago.

In the main room of the mosque stands four wooden poles about 20 square centimeters in diameter. Pieces of wooden pillars that look still rough. "Maybe at that time the equipment to make it was still limited so the arable was rough," Nur said.

On the ceiling of the core building there are carvings that explain the pedigree of the descendants of Ki Ageng Bandung. But until now, Nur herself cannot explain the purpose of the symbol.

During hundreds of years of its existence, the tiban mosque Nurul Huda has undergone renovation and renovation three times. The first restoration was carried out on the roof. The leaves on the roof are replaced with tiles. "When I was told when I didn't remember it. But between years
1975-1998, "he said.

The walls of the building which was originally made of raw bricks were also demolished and renovated. During the restoration process a lot of strange events occur. One of them, the paralysis suffered by the late Mbah Dawud, father of Nur, who was then a mosque holder.

Even though he had been taken to the doctor at that time, his paralysis was not cured. Strangely, suddenly, the paralysis suffered by Mbah Dawud healed by itself as the mosque restoration process was completed. The same thing happened to Nur when the last restoration was around 1998. "I have also been paralyzed and healed is also disproportionate

Rabu, 15 April 2020

Ya Jabbar....

 يا رب
Engkau tunjukkan ke-Maha Jabar-an-Mu :
Hadirnya Mbakyu Covid
Yang membolak-balik hati dan akal sehat...
Menutup pintu masjid dan bilik qalbu
Ruas jalan protokol...
jendela rumah...
......

Juga, tertutupnya pasar...
Terminal...
Stasiun...
Gang-gang sempit
......

Oh, para ahli agama...
Ahli gizi...
Ahli Kedokteran...
.......

Juga, para wartawan...
Para peramal...
Para komentator...
....
Riuh berdiskusi :
Bagaimana menghadang Mbakyu Covid?

Dan, makhluk-Mu yang teramat samar itu masih menjadi pemenang nya hingga hari ini

Ya, Engkau yang Maha Perkasa
Engkau yang Maha Memulai....
Dan, Engkau pula yang Maha Mengakhiri

Kukuhkan punggung kami
Bukan untuk menghentikan test case-Mu
Namun, untuk merakit kesadaran...
Juga, kesabaran untuk menikmati ke-Jabbar-an-Mu :
Bahwa Engkau enggan didikte oleh siapapun!
***


Selasa, 07 April 2020

Vairus Abdul Covid

'Most of classes (81 students) have given the response this evening.

Thanks' 

 Begitulah nama bayi yang heboh di dunia Maya.
Ya, "Vair"==asal kata dari Fair (transparan, kejujuran, kesetiaan)
Adapun, "Rus (Rose), bunga mawar.
Ya, untuk "fair" tentu banyak duri (bunga mawar) yang dihadapi.

Tentunya, hal ini butuh sikap mengabdi (abdul) ala mbakyu "Covid" :
COnsequen ....
Vast (luas dadanya)
Interesting (menarik pribadinya)
Defensive (bertahan, bukan menyerang)

Ya, ini (mungkin) analisis orang tua Sang bayi itu.
Salah satu kiat "defensive" itu adalah membayangkan :

"Hari ini Anda adalah penderita COVID
sehingga Anda harus mengisolasi diri...
 menikmati "a long distancing" ...
Bekerja di rumah saja....
Beribadah di rumah saja...
Hingga ribuan orang terselamatkan atas virus Anda..."

Ya, anak-anak goa Pulo Kelandri itu pun
 antusias menikmati long distancing.

Allahu A'lam

Senin, 06 April 2020

PILIH "DELON", MENGAPA?


Sewaktu saya masih kecil,
50 tahunan yang lalu,
pak Dhe kota reyog itu
memberi panggilan untuk saya :
DELON (Donk).


Ya, sepertinya Pak Dhe sudah tahu
Kelak nama panggilan itu
saya pakai di medsos.

Dan, benarlah, Pak Dhe.
Saya harus pakai nama panggilan itu
Karena nama asli (tahun 70-an) itu
Ternyata banyak yang memilikinya.

Thanks, Pak Dhe

Jumat, 03 April 2020

A Long distance


Sewaktu saya masih kecil,
50 tahunan yang lalu,
pak Dhe kota reyog itu
memberi panggilan untuk saya :
DELON (Donk).


Ya, sepertinya Pak Dhe sudah tahu
Kelak nama panggilan itu
saya pakai di medsos.

Dan, benarlah, Pak Dhe.
Saya harus pakai nama panggilan itu
Karena nama asli (tahun 70-an) itu
Ternyata banyak yang memilikinya.

Thanks, Pak Dhe