Minggu, 08 Januari 2023

Menyusun Latar Belakang Masalah PTK, Bagaimana?


Di bagian BAB I, Pendahuluan, ada Sub Bab, yaitu Latar Belakang Masalah.
Dalam berbagai forum guru sering mengeluh tentang sulitnya membuat latar belakang masalah PTK. Latar belakang masalah PTK tentu maksudnya adalah alasan alasan mengapa seorang guru perlu melakukan PTK.

Banyak kelemahan yang ditemukan yang membuat analisis permasalahan menjadi tidak tajam. Ketajaman analisis permasalahan berpengaruh pada tindakan tindakan yang akan diambil.

Kelemahan yang yang dijumpai ketika para peneliti adalah dalam menyusun latar belakang masalah biasanya disebabkan karena:

1)permasalahan tidak diambil dari permasalahan nyata di kelas terkesan dibuat buat; tidak menyertakan data data yang mendukung analisis masalah tersebut;

2) tidak ditemukan celah atau potensi untuk perbaikan /tindakan yang akan dilakukan;

3) masalah terlalu luas (rumusan tidak fokus);

4)latar belakang masalah tidak ditunjukan alasan pemilihan alternatif pemecahan masalah;

5)dan rumusan masalah tidak mencerminkan adanya tindakan dan gambaran perubahan tingkah laku.

Menulis latar belakang dengan baik mutlak perlu dilakukan mengingat bagian ini merupakan komponen penting dalam proposal PTK yang selanjutnya akan dimasukan juga dalam Laporan PTK.

Mengingat begitu pentingnya bagian latar belakang masalah ini, maka paling tidak bagian ini memuat beberapa unsur penting yang tercermin dalam beberapa paragraf yang bertautan satu sama lain.

Latar belakang Masalah PTK setidaknya berisi paragraf yang memuat hal-hal yang seharusnya (ideal) dan kenyataan yang terjadi.

Masalah merupakan kesenjangan antara yang diharapkan (hal-hal yang ideal) dan kenyataan yang dihadapi. Peneliti ingin mempersempit jarak antara kedua hal tersebut atau memperbaiki kesenjangan yang ada.

Oleh karenanya, dalam latar belakang juga dijelaskan alasan mengapa kesenjangan tersebut diperbaiki dan bagaimana cara memperbaikinya serta bagaimana dampaknya jika masalah tersebut dibiarkan berlarut larut.

Latar belakang masalah PTK yang baik setidaknya memiliki beberapa unsur berikut:

(1)Kondisi ideal di dalam kelas/pembelajaran yang diharapkan oleh guru/peneliti;


(2) Kenyataan yang saat ini sedang terjadi yang dihadapi guru/peneliti;


(3) Kesenjangan antara kondisi ideal dengan kenyataan yang dihadapi beserta penyebab munculnya kesenjangan tersebut. Penyebab munculnya masalah ini disebut juga dengan akar masalah;


(4) Urgensi penyelesaian masalah, atau dengan kata lain dampak-dampak negatif jika permasalahan di kelas/pembelajaran guru tersebut tidak diselesaikan; 


(5) Alternatif solusi/pemecahan masalah berupa tindakan yang diperkirakan dapat menyelesaikan masalah. Jika kelima hal tersebut termuat dalam latar belakang masalah sebuah penelitian tindakan kelas, maka latar belakang tersebut dapat dikatakan baik.



Berikut ini, contoh Latar Belakang Masalah, yaitu:

Contoh 1:

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pada pembelajaran IPA, pemahaman terhadap konsep-konsep esensial sangat penting. Pemahaman terhadap konsep-konsep esensial yang baik akan membuat peserta didik menempatkan konsep-konsep tersebut dalam sistem memori jangka panjang (long term memory) dan dapat menggunakannya untuk berpikir pada tingkatan yang lebih tinggi (higher level thinking) seperti pemecahan masalah dan berpikir kreatif. Pemahaman konsep-konsep esensial yang baik semestinya akan mempermudah mereka dalam mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh sekolah.

Kenyataan saat ini di kelas VIIIB SMP Negeri 4 Amuntai masih jauh dari kondisi ideal tersebut. Pemahaman terhadap konsep-konsep esensial pada mata pelajaran IPA untuk materi bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari masih rendah (rata-rata kelas 63,28). Selain itu jumlah peserta didik yang berhasil mencapai dan melampaui KKM  kurang dari 75%. KKM mata pelajaran IPA pada Tahun Pelajaran 2010/2011 yang lalu adalah ≥ 61. Jumlah peserta didik yang berhasil mencapai dan melampaui KKM yang kurang dari 75% ini menyebabkan guru harus melakukan pembelajaran remedial secara klasikal. Kemudian, KKM mata pelajaran IPA pada Tahun Pelajaran 2011/2012 ini telah ditingkatkan menjadi ≥ 65, hal ini juga berarti bahwa kemungkinan persentase peserta didik yang tidak dapat mencapai KKM yang dinaikkan tersebut semakin besar.

Beberapa kemungkinan penyebab rendahnya pemahaman peserta didik tentang materi Bahan Kimia Dalam Kehidupan Sehari-hari sehingga berakibat pada rendahnya nilai rata-rata kelas dan ketuntasan klasikal yang tidak tercapai adalah: (1) materi Bahan Kimia Dalam Kehidupan Sehari-hari merupakan materi yang sangat banyak mengandung konsep-konsep bidang kimia dengan istilah-istilah yang sulit diingat dan dipahami; (2) strategi pembelajaran yang digunakan masih belum cukup untuk memfasilitasi pemerolehan pehamaman bagi peserta didik.

Kondisi demikian apabila terus dibiarkan akan berdampak buruk terhadap kualitas pembelajaran mata pelajaran IPA di Kelas VIIIB tersebut khususnya, dan di SMPN 4 Amuntai secara keseluruhan. Padahal, materi Bahan Kimia Dalam Kehidupan Sehari-hari merupakan salah satu materi esensial dalam kurikulum. Hal ini tercermin dari selalu termuatnya materi ini dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Ujian Nasional (UN) pada 3 tahun terakhir ini.

Salah satu alternatif pemecahan masalah di atas yang mungkin untuk dilaksanakan oleh guru adalah melaksanakan pembelajaran IPA dengan menggunakan strategi memory cycle. Menurut Sprenger (2005), pembelajaran yang dilakukan dengan stretegi memory cycle yang terdiri dari 7 langkah (reach, reflect, recode, reinforce, rehearse, review, dan retrieve) memungkinkan peserta didik untuk dapat menyimpan konsep-konsep esensial yang diberikan dalam memori jangka panjang (long term memory) dan memungkinkan mereka untuk menggunakan konsep-konsep saat berpikir pada tingkatan yang lebih tinggi (higher level thinking).


Contoh 2: Latar Belakang Masalah

Proses belajar akan terjadi jika pengetahuan yang dipelajari bermakna bagi pembelajar (Freudental, 1991 dalam buku Ariyadi Wijaya, 2011:3). Pembelajaran matematika selama ini dipandang sebagai alat yang siap pakai. Pandangan ini mendorong guru bersikap cenderung memberi tahu konsep dan cara menggunakannya. Pembelajaran matematika terfokus pada guru, sehingga siswa cenderung pasif. Guru yang mendominasi kegiatan pembelajaran di kelas. Selain itu masih terdapat metode konvensional yang diterapkan, membuat suasana pembelajaran di kelas monoton. Metode pembelajaran yang sering dilaksanakan, biasanya ceramah, guru yang menjelaskan materi pembelajaran, memberikan rumus dan siswa disuruh menghafal rumus tersebut tanpa mengetahui konsep rumus tersebut didapat dari mana. Pembelajaran yang demikian tidak kondusif sehingga membuat siswa menjadi sasaran pembelajaran yang pasif, dan hanya menerima konsep dari guru saja. Tidak semua siswa dapat menghafal dengan baik tanpa memahami suatu konsep. Hal ini berimplikasi pada hasil belajar siswa yang rendah atau tidak sesuai dengan target yang ingin dicapai dalam suatu proses pembelajaran.

Permasalahan serupa tentang rendahnya hasil belajar matematika juga terjadi pada siswa kelas V SDN Malangrejo. Berdasarkan pengamatan pada proses pembelajaran matematika di kelas V SD Malangrejo Ngemplak, diperoleh data mengenai hasil belajar yang rendah. Rendahnya hasil belajar ini dilihat dari hasil perolehan nilai Tes Kendali Mutu (TKM) untuk mata pelajaran matematika semester 1 tahun pelajaran 2011/2012, yang mana data tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.


Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa lebih dari 50% siswa belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM), hal ini ditunjukan dengan nilai rata-rata kelas yang masih di bawah KKM. Padahal jika dilihat dari penetapan KKM nya, KKM di SD Malangrejo itu masih tergolong rendah yaitu 60. Rendahnya hasil belajar matematika ini dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain proses pembelajarannya, siswa, guru, lingkungan kelas, maupun materinya sendiri. Dilihat dari proses pembelajarannya, yaitu pembelajaran masih bersifat konvensional, dimana guru kebanyakan menggunakan metode ceramah dan siswa diminta untuk mendengarkan dan menghafal rumus-rumus yang sudah ada. Padahal jika hanya dengan menghafal saja tanpa tahu konsepnya maka siswa akan lebih mudah untuk melupakan rumus tersebut. Alat peraga yang dimiliki sekolah juga masih terbatas.

Faktor siswa juga mempengaruhi rendahnya hasil belajar matematika. Siswa kelas V SD Malangrejo masih cenderung pasif saat mengikuti pembelajaran matematika. Siswa diminta untuk duduk diam memperhatikan penjelasan dari guru, sedangkan siswa yang duduk di bangku belakang asyik bermain sendiri atau berbicara dengan temannya. Guru juga berpengaruh terhadap hasil belajar anak. Guru hanya menggunakan metode ceramah, dan kurang inovatif dalam pembelajaran membuat siswa cepat bosan dan malas untuk belajar. Guru hanya terfokus untuk mengejar materi yang harus disampaikan kepada anak dan kurang memperhatikan kebermaknaan pengetahuan tersebut, sehingga kurang memberikan kesempatan pada anak untuk aktif menemukan sendiri konsepnya.

Lingkungan kelas turut berpengaruh terhadap hasil belajar. Ruang kelas V berukuran 7 x 8 m, didukung dengan jendela dan ventilasi yang cukup memadai. Penataan meja siswa masih bersifat konvensional dan ruangan belum difasilitasi alat peraga yang memadai untuk mendukung kegiatan pembelajaran. Penataan meja seperti ini menjadikan siswa yang duduk di baris paling belakang merasa kurang diperhatikan oleh guru, sehingga menimbulkan potensi bagi siswa untuk bicara sendiri dengan temannya.
Kompetensi pelajaran matematika turut serta dalam menentukan hasil belajar. Kompetensi pelajaran matematika cukup luas, antara konsep yang satu dengan konsep yang lain saling berkesinambungan. Seorang siswa yang belum menguasai suatu konsep awal dengan tuntas, maka untuk tingkat selanjutnya akan sulit pula untuk mengikuti pelajaran tersebut. Sebagai contoh tentang konsep perkalian. Konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang ada di kelas II, namun apabila seorang anak belum bisa memahami dan menguasai konsep ini dengan baik dan sudah naik ketingkat selanjutnya, maka anak akan semakin kesulitan sehingga akan membentuk persepsi dalam dirinya bahwa matematika itu pelajaran yang sulit.

Berdasarkan penjelasan tersebut, solusi untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V SDN Malangrejo, Kecamatan Ngemplak adalah dengan menerapkan pendekatan matematika realistik. Suatu ilmu
Singkatnya, Latar Belakang Masalah seharusnya mengandung 5 unsur penting, yang minimal tergambar dalam 5 paragraf yang saling menyatu dan berhubungan satu sama lain membentuk pondasi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan oleh guru/peneliti. Kelima (5) unsur penting itu wajib ada, yaitu:

1) Kondisi ideal di dalam kelas/pembelajaran yang diharapkan oleh guru/peneliti.

2) Kondisi saat ini (yang sedang terjadi) di dalam kelas/pembelajaran guru/peneliti.

3) Kesenjangan (gap) antara kondisi ideal (no.1) dengan kondisi saat ini (no.2) beserta penyebab munculnya kesenjangan (gap), dengan kata lain akar permasalahan yang muncul/sumber masalah.

3) Urgensi penyelesaian masalah, atau dengan kata lain dampak-dampak negatif jika permasalahan di kelas/pembelajaran guru tersebut tidak diselesaikan.
3) Alternatif solusi/pemecahan masalah berupa tindakan (action) terbaik yang diperkirakan dapat menyelesaikan masalah.

Sumber:
https://www.tipsbelajarmatematika.com/2016/09/menulis-latar-belakang-masalah.html?

http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2012/05/ptk-cara-menulis-latar-belakang-masalah.html?m=1

https://www.tipsbelajarmatematika.com/2016/04/contoh-latar-belakang-masalah.html?m=1