Kamis, 30 Desember 2010

BELAJAR BAHASA INGGRIS SAMBIL BERMAIN

PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS MELALUI PERMAINAN

Oleh. Teguh Basuki

Guru SMP 1 SUDIMORO PACITAN

HP. 0852 353 83837

Mengajar bukan semata persoalan menceritakan! Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari penuangan informasi ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang hanyalah kegiatan belajar aktif.

Agar belajar manjadi aktif, siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka haru menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan thinking aloud).

Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengarnya, melihatnya, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu “mengerjakannya”, yakni menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.

Kita tahu bahwa siswa bisa belajar dengan sangat baik dengan mempraktekannya. Namun bagaimana caranya kita menggalakkan belajar aktif. Berkat pengaruh Piaget, Montessori, dan lain-lain, guru dalam pendidikan pra sekolah dan pendidian dsar telah lama mempraktekan belajar aktif. Mereka tahu bahwa anak-anak bisa belajar dengan sangat baik dari pengalaman konkret yang berlandaskan kegiatan. Bahkan para guru yng tidak begitu paham tentang fakta perkekembangan anak pun menjadikan belajar sebagi kegiatan aktif. Mereka paham bahwa anak-anak tidak bisa berlama-lama memusatkan perhatian, meraka juga tidak bisa berlama-lama untuk duduk tenang. Untuk menutupi kekurangan ini, mereapa mengupayakan agar anak tetap aktif dan bergerak leluasa.

Namun, siswa yang lebih tua memiliki kecenderungan untuk tidak lagi belajar dengan aktif. Hampir semua guru, dari jenjang pendidikan menengah hingga tinggi, membumbui pelajaran merka dengan sesi diskusi dan Tanya jawab yang sifatnya kadangkal. Dari waktu ke waktu, sebagian dari merea menyertakan permainan, drama, dan bahkan kegiatan belajar kelompok kecil. Namun komitmen terhadap kegiatan belajar aktif dan semarak sifatnya hanya jangka pendek.

Sebagai contoh guru cenderung mengajarkan sesuatu sebagaimana itu dulunya diajarkan kepadanya, dan model pengajaran ceramah-dan-menulis merupakan model yang umum bagi kita. Di luar itu, ada asumsi keliru bahwa peserta didik dewasa tidak memerlukan aktivitas yang diperpadat dan proses yang dipercepat untuk bisa belajar secara efektif. Lantaran pikiran yang telah berkembang mampu melakukan perenungan, mengemukakan sudut pandang, dan berfikir abstrak, sebagian guru lantas berasumsi baha siswa yang lebih tua benar-benar bisa belajar ketika mereka hanya duduk manis mendengarkan ceramah. Anggapan ini biasanya sangat kuat sekalipun sang guru kecewa dengan seberapa dan betapa sedikitnya yang diterapkan. Barangkali segala sesuatunya lebih baik di masa lalu, tapi kini para siswa merupakan produk dari dunia tayangan audio-visual MTV. Tidak hanya itu, ada banyak sekali ragam siswa yang beraneka-ragam gender, ras dan etnisnya saja yang beraneka-ragam, namun jug gaya belajar mereka. Belajar aktif tidak hanya diperlukan untuk menambah kegairahan, namun juga untuk menghargai perbedaan inidivudual dan beragamnya kecerdasan.

Hal lain yang menyebabkan kurangnya aktifnya kegiatan belajar ketika siswa beranjak dewasa ialah bahwa guru terikat oleh mata pelajaran mereka dan tertekan oleh terbatasnya waktu yang mereka miliki untuk mengajarkannya. Gagasan bahwa kegiatan belajra harus terbagi-bagi ke dalam berbagai bidang pelajaran sudah ada selama berabad-abad dan sepertinya tengah mempertanyakan bentuk-bentuk persekolahan dan desain kurikulum tradisional, namun masih sulit murid bahwa siswa tidak akan mendapatkan banyak manfaat jika meraka “sekedar menempuh” mata pelajaran. Selain itu, ada keyakinn bahwa belajar aktif menyita terlalu banyak waktu, secara teori hal ini mungkin meyakinkan, namun secara praktek hal ini tidak ralistis.

Hal yang demikian akan terwujud apabila didukung oleh kehadiran seorang guru yang secara utuh dan sempurna. Keutuhan dan kesempurnaan di dalam kelas melibatkan bebagai faktor fisik, faktor sosiologis, dan faktor dramatis (Purwanto, 1993: 111). Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka untuk menyampaikan materi pelajaran, dalam berkomunikasi hendaknya digunakan bahasa yang sesuai dengan taraf perkembangan anak.

Kebanyakan anak seusia siswa SD menyukuai permainan dan banyak model game atau permainan yang dapat digunakan untuk membantu siswa dalam hal memahami bahasa Inggris. Dengan model game atau permainan membuat proses belajar mengajar bahasa Inggris menyenangkan dan berarti, khususnya bagi anak didik. Anak didik akan mendapatkan bahwa pembelajaran bahasa Inggris adalah aktivitas yang tidak membosankan. Dalam penggunaan permainan, guru berhenti untuk berbicara dan mulai pelajaran.

Oleh sebab itu sesuai dengan prinsip belajar siswa aktif di Sekolah dasar. Dalam kegiatan kegiatan belajar dengan permainan tersebut secara tidak langsung anak sudah bertambah pengalaman dalam kegiatan berbahasa, berekspresi maupun pengetahuan intelektualitasnya. Sehingga anak dapat menguasai dan memahami makna kosa kata bahasa Inggris.

Penguasaan kosa kata dan kalimat perintah pendek dalam bahasa Inggris memiliki aspek beragam. Diantaranya dapat digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan pengetahuan, menyampaikan pesan, bentuk kata. Untuk itulah dalam mengungkap permasalahan tersebut peneliti memilih judul “Meningkatkan Penguasaan Kosakata dan Kalimat Pendek Bahasa Inggris Melalui Game atau Permainan Pada Anak Kelas VII A DI SMP 1 SUDIMORO PACITAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar