Bagaimana mungkin ke sawah tanpa Cangkul?
Apa yang akan engkau lakukan di Sana?
Di tanah yang tandus...
Retak...
Terbelah...
Dan membelit sukma..?
Lihatlah....!
Bumimu kian menangis...
Menganga....
Bersama batu-batu yang dungu...
Keras...
Dan linglung...
Namun, cangkulpun tak kau bawa...
Bagaimana menanam padi...
Dan, Bagaimana melembutkannya...?
Hingga tumbuh padi yang menghijau...?
Lalu, kau panen masa depan?
Kau memang tak peduli...
Atas jeritan sejuta suara...
Di bilik Goa yang retak itu :
"aku bosan menatapmu...
Karena caramu yang tak pernah mengerti...
Dan tak pernah saling mengerti...
Menelantarkan beratus burung hantu....
Yang tertinggal....
Bodoh Dan faqir....
Sementara engkau hadir dengan tangan yang kosong...
Hati yang congkak...
Akal yang dungu...
Senyum yang semu...
Dan, mudah saja engkau berkata :
Emang Gue pikirin...!
Yang Gue pikirin adalah Apakah saldo ATM berwarna merah atau hijau?
Oh, engkau memang hadir tanpa cinta!
Hanya untuk menggugurkan sumpah serapah...
Di tiap hari yang engkau janjikan...!
(Dan tak pernah kau tepati.!)
Warisan terbesar Guru adalah Buku, Fiksi, Non Fiksi, Atau satu huruf Alif sekalipun! Agar mengundang banyak tanya bagi anak-didik kita? Maka, Menulislah seperti orang jatuh cinta (Kata Kang Mashuri, Penyair Muda Jawa Timur an) Tanpa Cinta dengan profesi kita. Kita memang tak membuahkan apa-apa. Hanya getah dan busa tak bermakna Yang kita wariskan. Dan, itu racun bagi anak didik kita! Mengapa kita tak meracik anti virus (Buku) yang menyehatkan Dan membahagiakan anak-didik kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar