Sudah Ku-katakan :
Tak pernah berhenti
Detik keduniawianmu
Hingga Kuhentikan gerakan gerahammu
Untuk tertawa
Bersama para katak yang cerewet
Yang buta dan tuli
Yang membisukan wahyu-Ku
Bukankah sudah tanggal tiga taringmu?
Hingga dirimu harus memilih menu
Memilah air murni di tengah busa semu
Yang meracuni hatimu
Memporak-porandakan akal sehatmu :
Kau buang ruang dan waktu
Meneguk Juz buah Kuldi
Hingga lupa diri
Dan Mencampakkan kehadiran-Ku
Aku selalu mengejarmu
Namun, dirimu kian menjauh
Aku diam menunggu kedatanganmu
Engkau tak bersua juga ke rumah-Ku
Apa maumu...!
Wahai, Dellon....!
Delete== hawa diri dan libidomu yang binal itu
Dan, == on going ke musholla tua itu
Di lima waktu
Sebelum terpaku batu nisan tubuhmu
Setriyan, September 2019
Warisan terbesar Guru adalah Buku, Fiksi, Non Fiksi, Atau satu huruf Alif sekalipun! Agar mengundang banyak tanya bagi anak-didik kita? Maka, Menulislah seperti orang jatuh cinta (Kata Kang Mashuri, Penyair Muda Jawa Timur an) Tanpa Cinta dengan profesi kita. Kita memang tak membuahkan apa-apa. Hanya getah dan busa tak bermakna Yang kita wariskan. Dan, itu racun bagi anak didik kita! Mengapa kita tak meracik anti virus (Buku) yang menyehatkan Dan membahagiakan anak-didik kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar